Main Blokir Wartawan, Layakkah Kepala DLH Banyuwangi Duduk di Kursinya?

Ari Bagus Pranata
Foto: Ilustrasi Karikatur (ai)

Fenomena dugaan pemblokiran nomor WhatsApp wartawan oleh Kepala Dinas Lingkungan Hidup Banyuwangi memantik tanda tanya besar: apakah ini cerminan pejabat publik yang siap melayani masyarakat, atau justru pejabat yang alergi kritik?

Seorang kepala dinas sejatinya mengemban tanggung jawab besar, terutama dalam persoalan lingkungan yang kini kian kompleks. Sampah menumpuk, sungai tercemar, warga masih kebingungan soal tata kelola. Alih-alih membuka pintu komunikasi dengan media, pejabat justru memilih menutup akses dengan cara memblokir wartawan yang kritis.

Pertanyaan mendasarnya: apakah pejabat publik boleh bersikap sesensitif itu terhadap kritik?

Bukankah media adalah mitra dalam menyuarakan suara rakyat?

Menutup komunikasi dengan jurnalis sama saja menutup telinga dari keluhan masyarakat.

Dalam logika sederhana, jika seorang kepala dinas lebih sibuk memblokir daripada menyelesaikan masalah sampah, maka publik berhak bertanya:

masih pantaskah ia memimpin dinas yang menyangkut hajat hidup orang banyak?

Pejabat bukanlah ratu yang anti disentuh kritik. Pejabat adalah pelayan publik yang harus siap dikritik, bahkan dihujat, selama itu untuk perbaikan. Jika kritik dianggap ancaman, lalu untuk siapa kursi jabatan itu diduduki?

Banyuwangi tidak butuh kepala dinas yang pandai memblokir wartawan. Banyuwangi butuh kepala dinas yang berani turun ke lapangan, menghadapi kritik, dan menjawab persoalan dengan kerja nyata.

Pojok Redaksi: Opini ini ditulis Oleh Ari Bagus Pranata

Share This Article
Leave a comment